08 Juni 2020

Mengapa kita harus hidup untuk saat ini?

Karena seperti yang Oogway katakan,

“Yesterday is history. Tomorrow is a mystery, but today is a gift! That is why it is called the present.”

Dengan dengan berpikir tentang hari ini, detik ini, momen ini, semua akan terasa ringan, katanya sebagian besar masalah kita, kita ciptakan sendiri dengan menyesali masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan.

Memang, banyak kebodohan-kebodohan dan kesalahan-kesalahan yang kita perbuat di masa lalu, yang kita harap bisa kita ubah. Tapi, alih-alih mengubahnya, kita malah terjebak dalam pikiran kita sendiri.

Saya juga punya banyak hal yang saya sesali, misalnya, dulu, stand-up comedy belum sepopuler sekarang, tapi saya sudah jatuh cinta dengan jenis komedi itu ketika belum banyak orang tahu, tapi bukannya ikut komunitas dan open-mic, saya hanya mentok nonton di Youtube. Alhasil, saya berakhir hanya sebagai penikmat. Memang, jika saya dulu mengejarnya pun, belum tentu saya bisa lebih sukses, tapi setidaknya saya tahu sejauh mana kemampuan saya.

Dulu, ketika Youtube tidak sebesar sekarang dan menjadi Youtuber tidak pernah masuk dalam pilihan karir, saya tertarik menunggah beberapa video, tapi lagi-lagi sama, bukannya diteruskan, malah berhenti begitu saja. Memang, saya pun belum tentu sukses jika dulu mengambil jalan itu, tapi minimal, saya tidak akan penasaran.

Saya enggan keluar dari zona nyaman, malah asyik berkutat di dalamnya dan tidak begitu berusaha untuk menggali dan memaksimalkan potensi diri.

Lalu, saya harus murung? Harus terus memendam penyesalan? Hidup harus terus berjalan, saya boleh sedikit menyia-nyiakan masa muda saya, tapi kubur penyesalan itu dan terus melaju.

Apa yang saya khawatirkan tentang masa depan saya? Buanyaaakk banget, jika disebut satu per satu, tidak akan pernah selesai. Yang paling saya takuti adalah tidak bisa keluar dari Rat Race, harus bekerja sepanjang hidup saya, lalu akhirnya mati begitu saja. Saya tidak mau itu, saya ingin lebih. Daripada mengkhawatirkannya secara berlebihan, lebih baik mengubahnya menjadi tujuan yang dapat diwujudkan dengan langkah-langkah konkrit.

Sudah cukup menyesal saya dulu tidak melakukan apa-apa, terjebak zona nyaman, saatnya bertindak dan mencegah kerugian lebih besar. Selain mencoba bekerja lebih keras, saya mulai baca artikel-artikel tentang keuangan, investasi, dan sebagainya. Agar kelak tidak membuat anak saya menjadi sandwich generation.

Berkaitan dengan hidup untuk saat ini, belum lama ini saya menerjemahkan jawaban tentang trik melawan rasa malas. Ia bercerita tentang latihan yang harus ayahnya tempuh sebagai SEALS, tentara elit Amerika, ia menyebutnya Hell Week.

Ayahnya harus melakukan banyak latihan selama satu Minggu, mulai dari dibangunkan oleh suara tembakan senjata mesin, sampai mengangkat balok kayu dan berendam di air yang sangat dingin. Bukan latihan fisiknya yang berat, tapi efek yang ditimbulkan dari latihan fisik di hari dimana ia harus mengerjakan hal-hal non-fisik, yaitu hari Selasa.

Setelah latihan fisik yang berat dari Minggu dini hari hingga Senin malam, Ayahnya masih harus mengerjakan tugas lain di hari Selasa, dengan badan serasa remuk, kaki yang kaku seperti papan kayu dan beban mental yang berat. Banyak yang menyerah di hari Selasa. Tapi ayahnya berhasil dengan cara mengerjakan tugasnya satu per satu. Fokus pada satu tugas dalam satu waktu, tidak memikirkan satu jam ke depan, besok, atau hari libur.

Trik ini juga yang saya terapkan ketika di pabrik, dengan banyaknya laporan yang harus saya kerjakan dan belum lagi tugas-tugas dadakan dari atasan, saya mengerjakannya satu per satu. Satu tugas dalam satu waktu, yang penting mulai dikerjakan, bukan cuma dipikirin doang.

Dalam hidup pun begitu, walaupun tidak mudah, fokus dengan apa yang kamu kerjakan sekarang, nikmati setiap momennya, sambil memastikan kamu di jalan yang benar menuju tujuan hidupmu.

Kalimat terakhir ini akan terkesan preachy, masa lalu jadikan pelajaran, masa depan jadikan motivasi, jalani hidup perlahan, karena hidup bukan hanya tentang siapa mendahului siapa, semua orang punya jalan, kecepatan, dan tujuannya masing-masing. Berhentilah membandingkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar